Membaca Cerpen Pilihan Kompas 2018
Belum
lama ini, saya baru saja menyelesaikan Cerpen Kompas 2017. Saya kira, cerpen-cerpen yang dipilih oleh para juri, sebagian besar temanya
sama. Misalnya saja masalah kemiskinan, krisis jati diri, kekuasan dan politik,
minoritas vs mayoritas, dan modernitas yang disandingkan dengan tradisi. Yang
berbeda hanyalah pengemasan ceritanya yang lebih beragam dan segar.
Yang
saya sukai dari kumpulan cerpen ini adalah munculnya banyak nama
baru. Nama baru ini melebur bersama nama lama. Mereka semua hadir dengan
karakternya sendiri sehingga membuat kumpulan cerpen menjadi berwarna dan amat
kebhinekaan. Memahami mereka menjadikan saya lebih paham bahwa Indonesia
ternyata rumit sekaligus sederhana.
Uniknya, di buku ini, ada 2 juara dari 23
cerpen yang ada. Pada awalnya saya kira Doa
yang Terapung—judul utamanya—adalah sebuah cerpen. Nyatanya, ini adalah
gabungan dari dua cerpen yang diunggulkan, tepatnya dijagokan. Dua cerpen
tersebut adalah Aroma Doa Bilal Jawad
dan Kapotjes dan Batu yang Mengapung.
Aroma Doa Bilal Jawad – Raudal Tanjung
Banua
Bilal
Jawad menjadi pendoa setiap ada orang yang memintanya. Ia akan mendatangi
setiap rumah untuk didoakan, tidak lupa dengan tradisi dengan membakar
kemenyan. Hingga suatu hari, ia digantikan oleh seseorang yang lebih beragama.
Sejak saat itu, aroma kemenyan lenyap. Melalui Aroma Doa Bilal Jawad, saya
jadi ingat bahwa pada akhirnya suatu kepercayaan lokal akan tergantikan oleh
aliran yang lebih formal dan resmi tentunya.
Kapotjes dan Batu yang Mengapung – Faisal
Oddang
Faisal
Oddang lagi-lagi tampil memakau dengan cerpennya kali ini. Lewat kehidupan
seorang PSK di masa Jepang alias jugun
ianfu, kita dihadapkan oleh fakta hidup yang getir. Sampai akhirnya, ketika
Indonesia telah merdeka, PSK ini tidak tahu bagaimana ia akan memulai hidupnya
atau malah mengakhirnya. Indonesia memang telah merdeka, tapi apa kebebasan
sudah didapatkannya?
Pemesan Batik – Muna Masyari
Mungkin,
yang dinamakan cinta sejati adalah ketika kita bisa melupakan kesalahan orang
yang kita cintai dan memulai hidup baru tanpanya. Begitulah kiranya yang ingin
disampaikan Muna Masyari di Pemesan Batik.
Suatu hari seorang lelaki memesan batik—sebagai bentuk balas dendam kepada
istrinya yang berselingkuh. Ingatan demi ingatan pedih bermunculan di pikiran
pembuat batik. Sampai akhirnya, ia berencana untuk mengajak si pemesan batik
untuk menghanyutkan batik yang dipesannya.
Ziarah Kepayang – Martin Aleida
Bagaimana
jika kamu mengenang kembali masa lalumu, lima puluh tahun yang lalu, lewat
sebuah ziarah di daerah Sungai Kepayang? Di sana akan kamu temukan sosok Atok
yang kamu kagumi, sayangi, dan jadi idola banyak orang. Atok yang jago menjampi
(guna-guna) dan bisa berbicara dengan hewan cuma bisa kamu temukan di Ziarah Kepayang.
Ziarah Terakhir Gus Dar – Triyanto
Triwikromo
Triyanto
Triwikromo hadir dalam balutan dongeng-dongeng sufi. Ziarah Terakhir Gus Dar mengajarkan kepada kita bahwa kematian bisa
datang kapan saja tanpa diduga. Gus Dar dikabarkan akan meninggal ketika ia berkunjung
ke makam salah satu sunan. Maka, ia mempersiapkan segalanya mulai dari A sampai
Z. Tapi, siapa sangka jika dirinya meninggal di tangan orang lain.
Durian Ayah – Rizki Turama
Kasih
sayang ayah kepada anaknya memang tiada habis walau sampai ajal menjemput. Tak
terkecuali anak dalam bentuk “pohon durian”. Setiap hari pohon ini dicurahi
kasih sayang berupa air dan pupuk. Sampai suatu hari pohon ini tak kunjung
berbuah dan ayah berniat menebangnya. Bukan pohonnya yang lenyap, justru si
ayahlah yang meninggal. Durian Ayah berkisah
kurang lebih seperti itu.
Saat Ayah Meninggal Dunia – Djaenar Maesa
Ayu
Djaenar
Maesa Ayu mengajak kita untuk menyelam lebih dalam bagaimana keramaian
sekaligus kesepian yang dialami seorang anak yang ayahnya telah meninggal.
Banyak orang yang bersedih, tetapi ia justru merasa semua itu sandiwara. Si
anak dikisahkan muak dan memberontak. Sayangnya, itu ada di imajinasinya saja.
Selebihnya, ia hanya bisa terpaku melihat sandiwara, orang melayat, tangisan,
dan ayahnya yang kaku tanpa bisa melakukan apa-apa.
Opera Sekar Jagad – Kurnia Effendi
Apa
jadinya jika pencarian seseorang berakhir sia-sia padahal harapan ada di depan
mata? Itulah yang ingin disampaikan Opera
Sekar Jagad. Seorang istri mencari suaminya di kota karena sudah lama tidak
pulang. Ketika harapan bertemu itu muncul lewat selembar batik sekar jagad, ia
justru dihempaskan begitu saja oleh fakta bahwa suaminya hilang entah ke mana.
Laki-laki yang Kawin dengan Babi – Mashdar
Zainal
Tradisi
orang Indonesia yang masih suka main hakim sendiri sepertinya mengusik benak
Mashdar Zainal. Laki-laki yang Kawin
dengan Babi ini menjadi penjelasan singkat bahwa berburuk sangka tidaklah
baik. Dikisahkan bahwa seorang lelaki 40 tahun memelihara babi. Suatu hari
babinya beranak dan muncullah spekulasi bahwa lelaki itu yang menghamili babi.
Tanpa banyak pikir, warga langsung membakar rumah si lelaki.
Melarung Bapak – Dewi Ria Utami
Satu
keluarga yang tiap anggotanya memiliki keyakinan yang berbeda bukanlah hal
baru. Namun, jika salah satu anggota keluarga itu meninggal, bagaimanakah
prosesi pemakamannya? Akan mengikuti keyakinan siapakah? Mungkin, jalan
keluarlah adalah dihanyutkan di laut seperti dalam Melarung Bapak ini.
GoKill – Seno Gumira Adjidarma
Ya, perempuan ini ingin bunuh diri, melalui tangan orang
lain.
Coba
bayangkan kamu mengetahui bahwa orang yang mau kamu bunuh ternyata cuma ingin
bunuh diri. Lalu, kamu merasa semua ini aneh sehingga tidak jadi mengambil
nyawa orang tersebut. Pada akhirnya, kamu malah dibunuh oleh orang tadi. Apa
masuk akal? Ya, di GoKill semua ini
terasa masuk akal.
Lorong Gelap – Budi Darma
Cerita
Lorong Gelap berkisah tentang akhir
hidup seseorang yang dituduh pengkhianat oleh orang terdekatnya. Ibarat lorong
gelap, kita tidak akan tahu bagaimana nasib akhir orang tersebut, mungkin mati
atau mungkin hidup. Bagian cerita yang bagi saya sangat relevan adalah mengenai
seseorang yang sangat dipercaya, sangat dikasihi harus “berkhianat” kepada
kita. Bukankah itu miris?
Si Pengarang Muda – Sungging Raga
Kalau
kamu bosan karena tidak punya bakat sama sekali, apa yang bakal kamu lakukan?
Mungkin datang ke dukun adalah solusi biar agar diberi “ruh bakat”. Seperti di Si Pengarang Muda yang menceritakan
bagaimana seseorang bisa menjadi hebat lewat ruh pengarang-pengarang
terdahulunya. Tapi, kalau akhirnya kamu mati karena kelewat batas apa masih
tetap mau meminjam ruh tadi? Saya menikmati cerpen ini seperti saya menikmati
cerita humor yang menyastra. Keren banget pokoknya!
Pelahap Kenangan – Agus Noor
Katanya,
kenangan menyenangkan yang dipalsukan lebih indah daripada kenangan buruk,
benarkah? Mungkin hanya Ren yang tahu jawabannya. Agus Noor mencoba menyibak
seperti apa jadinya kalau manusia memiliki kenangan paling naif. Risaukah? Atau
malah seperti tidak terjadi apa-apa? Uniknya, si pelahap kenangan sendiri
berwujud belatung. Hih ngeri!
Baruna – Meutia Swarna Maharani
Baruna,
si psikopat yang kesepian. Meskipun ending-nya
menggantung, tapi bagi saya pengarang mengarah ke sana. Diceritakan dari sudut
pandang anak tunanetra kesepian yang selalu ditemani guru privatnya, Baruna.
Baruna yang juga kesepian tidak rela jika si anak bahagia memutuskan melakukan
hal tergila yang pernah ada. Bikin merinding!
Cara-cara Klise Berumah Tangga – Novka
Kuaranita
Sebosan
apa pun kamu, ketika sudah menikah jangan pernah sekali-kali berpikir untuk
selingkuh. Tapi, kalau pasanganmu sudah meninggal, bolehkah berselingkuh? Kalau
itu adalah tuntutan kerja, bolehkah berselingkuh? Cara-cara Klise Berumah Tangga mengajarkan saya agar selalu
mencintai, menghargai, dan bersyukur atas segala hal yang ada.
Amnesti – Putu Wijaya
Buat
saya, Putu Wijaya dan cerita tentang politik tidak bisa dilepaskan begitu saja.
Seperti dalam Amnesti miliknya. Dari
cerita ini, digambarkan bagaimana hidup mati seseorang ditentukan lewat hukum.
Kalau mati harus dibayar mati, kiranya seperti itu. Tapi, di sini keputusan
mati dibayar mati mulai tergoyahkan, apakah diterapkan atau tidak.
Lelaki yang Menderita bila Dipuji – Ahmad
Tohari
Saya
selalu menantikan topik seperti apa yang akan diangkat Ahmad Tohari. Sederhana
tapi bisa membuat saya bergumam wow! Kakek
Mardanu kerapkali dipuji berkat hal sepele, entah karena uang pensiunan atau
peliharaan. Tapi, baginya itu bukanlah pujian, melainkan “beban”. Di akhir
cerita, saya baru tahu kalau sebenarnya pujian itu adalah ketika saya bisa
merelakan hal yang paling disayangi.
Sepasang Matryoshka – Vika Wisnu
Senangkah
kamu jika bertemu kembaran setelah terpisah selama setengah abad? Percayakah
kalau ternyata kamu terpaksa “dibuang”? Ananta kembali dipertemukan dengan Anna,
kembarannya, secara tak sengaja lewat media sosial. Awalnya ia tidak mau
percaya, tapi berkat boneka matryoshka, ia percaya bahwa ia terpisah karena
peristiwa 1965.
Bapak – Ahimsa Marga
Masih
tentang peristiwa 1965, kali ini saya merasa bahwa Bapak adalah tentang kehilangan. Kehilangan keluarga, teman, dan
kerabat dekat karena embel-embel komunis. Padahal, yang hilang tadi belum tentu
termasuk komunis. Ahimsa Marga juga mengajak saya untuk menemukan kepingan puzzle yang hilang; siapakah sosok bapak
sebenarnya dalam cerita ini.
Kau Tidak Harus Menanggung Beban dari
Seluruh Kejadian di Dunia Ini – Yetti A.KA
Parah, panjang banget judulnya tapi keren sih! adalah kesan pertama setelah saya membaca ini. Cerpen ini
berusaha mengangkat bagaimana anugerah sekaligus penderitaan seorang adik yang
kakaknya—menurut saya—menderita disabilitas. Ada banyak hal yang perlu disyukuri,
tapi kadang sesekali ingin mengeluh. Terlebih, ketika mengetahui bahwa ia
pernah mengalami pelecehan.
Ayat Kopi – Joko Pinurbo
Seperti
kebanyakan penyair lainnya, Jokpin juga selalu memasukkan segala hal tentang
puisi ke dalam ceritanya. Buat saya, cerita yang ada di Ayat Kopi cukup sederhana tapi ngena. Berkisah tentang bagaimana
puisi bisa berpengaruh buat orang-orang tertentu, lalu puisi dijadikan pengakrab
suasana, dan hal-hal kecil lainnya. Akhirnya, saya dasar kalau puisi bukan
hanya kata-kata biasa yang banyak dikutip di media sosial.
Karangan Bunga – Desi Puspitasari
Apa rasanya
jika bibirmu tiba-tiba dilumat oleh istri dari mendiang mantan suamimu? Kaget? Benci?
Atau malah menikmatinya? Karangan Bunga mengajak saya untuk mendalami perasaan
dua orang perempuan—yang selama pernikahannya tidak pernah bahagia. Tapi,
berkat kematian seorang suami, mereka akhirnya bisa merasakan seperti apa
kebahagiaan itu.
Dari
23 cerpen di atas, saya sangat suka Karangan
Bunga milik Desi Puspitasari. Entah mengapa saya merasa kisah seperti ini
tidak hanya menyentuh, tapi juga unik. Mengenai perjalanan menemukan
kebahagiaan yang berbeda dari kebahagiaan milik orang lain. Sepertinya, masih
ada makna terselubung di cerita ini yang menjadi daya tariknya sendiri.
Kamu juga sudah baca belum?
Comments
Post a Comment