Cerpen Pilihan Kompas 2013

Seputar Kumpulan Cerpen Kompas 2013


Akhirnya di tahun 2018 ini aku balik lagi ke blog. Kali ini aku akan menuangkan sekelumit semut-semut yang mampir selama perjalanan bersama kata-kata tentang cerpen Kompas 2013. Setengah dari buku ini sebenarnya sudah aku baca enam bulan yang lalu, dan sisanya baru aku sempatkan untuk dituntaskan di tahun ini hehehe. Dan, inilah semut-semut yang merayap di kotak imajinasiku ^^

Sebelumnya, aku akan menjelaskan tentang buku Cerpen Pilihan Kompas 2013 ini. Dimulai dari sampul depan yang disuguhkan yaitu lukisan kecil dengan latar belakang putih polos. Benar-benar terlihat abstrak dan luar biasa kerennya. Sayangnya, sebegitu luar biasanya, aku pun, jujur saja, tidak mengetahui apa makna di balik lukisan tersebut. Bisa saja berkaitan dengan cerpen utamanya—Klub Solidaritas Suami Hilang—bisa saja tidak. Namun, namanya juga seni, ditafsirkannya berdasarkan pandangan penikmatnya hehehe.

Buku ini mencakup 23 cerpen yang tentunya “pantas” masuk ke dalam penilaian kategori setiap jurinya. Juri-jurinya ialah Myrna Ratna, Hariadi Saptono, Putu Fajar Arcana, Frans Sartono, dan Efix Mulyadi. Di buku ini, pihak Kompas turut menghadirkan Bambang Sugiharto sebagai seseorang yang juga menuangkan “semut-semut”-nya. Beliau adalah Guru Besar Estetika Universitas Parahyangan Bandung.

Hal pertama yang langsung melintas di benakku berkaitan dengan estetika tersebut adalah jalan-jalan semut yang akan digoreskannya pastilah tidak biasa. Dan, benar saja. Goresan kata-kata beliau sungguhlah estetik—indah. Bagaimana dan darimana indahnya? Ya tentu saja dari cara pandang beliau terhadap ke-23 cerpen termaksud melalui “jalan semut” itu.

Baiklah, aku mulai dari cerpen pertama.

1.     Bulan Biru oleh Gus tf Sakai
Apa jadinya kalau ada bulan yang berwarna biru? Aneh bukan? Seperti halnya yang ada di dongeng-dongeng belaka. Cerita ini menyuguhkan banyak imajinasi keren yang mendamparkan kita ke sebuah negeri antah berantah. Negeri ini dihuni oleh binatang-binatang yang mampu berbicara. Mereka diceritakan sedang membangun ikon megah atas perintah kepala negaranya. Karena kesibukan dan kesenangan mereka dalam membangun, secara tidak langsung kepala pemerintah bisa menggunakan kekuasan seenaknya dalam kebirokrasian. Kondisi ini juga mungkin saja menggambarkan hal yang terjadi  di sekitar kita. Lalu, apa hubungannya ya dengan judul Bulan Biru? Aku menafsirkan secara sederhana yaitu sebagai sebuah idiom bahwa dalam binatang yang diibaratkan sebagai penggerak negara pun hal sejenis ini—kekuasaan yang disewenang-wenangkan—dapat terjadi, sama halnya dengan bulan yang berwarna biru yang dalam dunia nyata tidaklah ada.

2.     Amin oleh F. Rahardi
Judul Amin yang dipilih pengarang bisa ditafsirkan sebanyak yang bisa dilakukan oleh pembacanya, termasuk aku. Aku menafsirkan Amin sendiri sebagai sebuah pengharapan agar sesuatu berjalan dengan baik dan sesuai dengan kodratnya. Tokoh sentral di sini memiliki kebiasaan unik yaitu duduk bersila di depan gedung pemerintah dan selalu menyebut kata “amin” setiap ditanyai. Tentu saja ini membuat orang-orang gemas atas jawaban ambigunya. Ia dianggap sebagai pahlawan pembela kebenaran bahkan diberi julukan Satrio Piningit. Pada akhirnya, tokoh ini menjadi viral melalui kecanggihan media dan dielu-elukan atas “keberaniannya”. Aku harus bilang bahwa ceritanya keren dan tentunya berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Wajar saja, zaman sekarang, beberapa orang berani melakukan sesuatu yang aneh dan di luar kebiasaan untuk mencapai ketenarannya.

3.     Serpihan di Teras Rumah
Cerita ini adalah salah satu cerita favoritku. Karena apa? Ceritanya benar-benar membuatku membuka mata bahwa tidak selamanya perubahan yang “katanya” baik, akan berdampak baik pula bagi yang lain. Seorang perempuan tua yang sehari-harinya berkutat dengan pohon karet harus merelakan satu-satunya benih kenangan demi kesejahteraan masyarakat di kampungnya—tempat penyimpanan air. Benih kenangan tersebut berwujud pohon rambutan yang menjadi pelipur laranya ketika merindukan suaminya yang sudah di alam lain. Padahal, kalau aku pikirkan dengan bijak, pohon tersebut tentunya sangat berarti bagi perempuan tua tersebut. Namun sayangnya, beberapa pihak tidak memedulikan hal emosional semacam itu. Yang terpenting ialah tugas mereka terlaksana demi kemajuan kampung.

4.     Menebang Pohon Silsilah oleh Indra Tranggono
Pengarang menggunakan istilah pohon silsilah sebagai ikatan keluarga—anak dan ayahnya. Si ayah diceritakan ingin menjadi penguasa sebuah negara, tetapi ia menggunakan cara licik yang akan menuntunnya berubah menjadi serigala. Dengan cara itulah, ia berhasil menjadi penguasa dan sebagai bonusnya, dapatlah istri baru yang tentunya merupakan serigala juga. Anak lelakinya menolak mengakuinya lagi sebagai ayah. Ia melakukan perlawanan, tetapi akhirnya ia menjelma serigala. Cerita ini aku simpulkan sebagai sebuah cerminan bahwa sekarang-sekarang ini banyak orang yang melalukan strategi licik dalam mencapai kesuksesannya. Di satu sisi, bagaimanapun kebencian kita terhadap keluarga, mereka tetaplah orang nomor satu dan hal yang penting. Sebagaimana cerita termaksud—berubahnya si anak menjadi serigala seperti ayahnya.

5.     Sumpah Serapah Bangsawan oleh Gde Aryantha Soethama
Cerpen-cerpen Gde Aryantha Soethama penuh dengan aroma adat istiadat, tradisi nenek moyang, dan agama Hindu yang kental, atau disebut ke-Bali-an. Kali ini, Sumpah Serakah Bangsawan bercerita mengenai kehidupan keluarga kalangan atas. Mereka hidup di bawah naungan (atau kungkungan?) pura yang aturannya tidak boleh dipatahkan. Si anak yang jatuh cinta dengan lelaki biasa diperintahkan oleh ibunya untuk menikah dengan lelaki bangsawan pilihan ibunya. Mau tak mau ia harus menerimanya. Namun, akhirnya, siapa sangka si anak malah kembali lagi bersama lelaki biasa. Ibunya, menyumpah-nyumpahi perlakuan anaknya yang dianggap durhaka. Di satu sisi, lelaki bangsawan yang merelakan istrinya bersama lelaki biasa juga menyumpah-nyumpah. Mengapa? Aku menganggap konflik cerita yangs satu ini lucu dan unik. Si lelaki bangsawan ternyata mengidap kelainan yang menyebabkannya sama sekali tidak tertarik terhadap perempuan. Sungguh cerita yang sederhana tetapi tetap mempertahankan tradisi Bali yang kuat terhadap aturan pura.

6.     Rumah Tuhan oleh AK Basuki
Hanya berkisah seputar cinta sejati yang dimiliki oleh seorang umat Tuhan yang taat kepada sesama manusia—sekaligus istri yang setia. Antarplot dalam cerita terajut dengan nuansa yang hmmm harus aku bilang jempolan. Setiap rumah orang yang sakit dianggap oleh tokoh utama penuh keberkahan Tuhan sehingga harus ia datangi. Bahkan ketika yang sakit tersebut adalah mantan suaminya, ia tetap datangi. Sungguh sempurna kisahnya. Secara keseluruhan, aku memaknainya sebagai sebuah pengorbanan yang dalam hal ini terlepas dari rasa cintanya terhadap suaminya.

7.     Kota Tanpa Kata dan Air Mata oleh Noviana Kusuma Wardhani
Cerpen ini pas banget buat menggambarkan kehidupan modern dan di kota modern pula. Kehidupan perkotaan yang dikulak dan diolah dari beragam detail serta sisi sekecil pun dan mampu menjadikan cerpen ini sebagai salah satu favoritku. Kisahnya sederhana dan kita banget. Tentang sebuah pertemuan tetapi justru berakhir dengan kecewa karena benda bernama ponsel. Tentang kotanya yang membisu dan tanpa perasaan pun dirinya yang berbeda secara langsung. Selama perjalanan, tokoh utama disuguhi oleh hamparan kemodernan yang membuat dirinya merindukan suara dan raut wajah manusia. Kedua hal ini tidak bisa dihadirkan oleh manusia yang di-Tuhan-kan oleh ponsel.

8.     Klub Solidaritas Suami Hilang oleh Intan Paramaditha
Ini adalah cerpen andalan alias jagoan Kompas tahun 2013 ini. Jujur, aku masih belum bisa menemukan show yang menurut dewan juri lebih memukau daripada ke-22 cerpen lainnya. Cerita yang berputar pada komunitas para istri yang ditinggal oleh suaminya. Sebagai pembaca, kita disuguhi oleh seluk beluk pernikahan, percintaan, penantian, pertemanan, dan kesetiaan. Namun, ada satu hal yang membuatku terperangah dan takjub dalam cerpen ini yaitu cara penulisan Mba Intan—yang aku ketahui belakangan ternyata ia, sebagian besar, menulis cerita horror. Gaya penulisannya memang memanjakan tetapi itulah yang pada akhirnya membawa kita pada hal yang tidak terduga. Dan, inilah yang menjadikannya juara.

9.     Piutang-piutang Menjelang Ajal oleh Jujur Prananto
Pengarang yang satu ini selalu menampakkan kehidupan sehari-hari kita yang sederhana ke dalam sebuah kotak permasalahan bernama cerpen. Seperti yang satu ini. Seorang keponakan berutang kepada pamannya. Pamannya ini tengah sekarat dan terus memanggil namanya yang ditafsirkannya sebagai “penagihan utang”. Ia dan istrinya pun harus berputar otak untuk mencari uang. Akhirnya, mau tak mau, mereka harus menjual rumah demi melunasi utang tersebut. Lucunya, di satu sisi, si paman ternyata telah menganggap lunas semua piutangnya agar ia tenang di alam sana. Cara berkisah pengarang yang unik dan mudah dipahami serta konflik yang “mendarah daging“ memang pantas menjadikan cerpen ini masuk buku kumpulan cerpen Kompas 2013.

10. Trilogi A. Muttaqin
Tidak jauh berbeda dengan cerpen Bulan Biru, cerpen ini juga menampilkan tema mitos dan takhayul. Cerpen terbagi menjadi tiga bagian yang setiapnya memiliki benang merah. Awalnya, dikisahkan mengenai keberadaan sumur tua yang diyakini merupakan jelmaan “barang” perempuan dan dari dalamnya muncul berbagai mahluk aneh. Selanjutnya, masih berkaitan dengan sumur, perempuan muda bisa memunculkan air bening dari mulutnya, yang katanya diceburkan ke sumur terlebih dahulu baru kemudian mendapatkan mukjizat itu. Dan, akhirnya, juga berhubungan dengan sumur, ahli agama—kabarnya—menjatuhkan diri ke sumur untuk membuktikan dirinya bisa loncat dan kembali dengan selamat. Dari ketiga cerita tersebut, aku menarik kesimpulan bahwa penulis sendiri ingin memunculkan kisah yang tidak masuk akal sekaligus sebagai pertanda kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

11. Percakapan oleh Budi Darma
Intinya hanya mengisahkan mengenai pertemuan kembali dua sahabat lama. Pertemuan ini tidaklah biasa karena diwarnai oleh insiden yang tidak mengenakkan keduanya. Namun, akhirnya mereka tetaplah memaafkan dan kembali menjadli pertemanan. Kisah yang ditulis oleh master memanglah tidak akan lekang dimakan waktu. Cerita yang sederhana dan unik serta terkadang kita alami ini kerapkali diabaikan. Bukan karena apa, tetapi setidaknya kita harus menghargai pertemanan kita—dan percakapannya—selama hidup dan jangan sampai tercerai. Mungkin itulah yang secara tersirat ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya.

12. Serigala di Kelas Almira oleh Triyanto Triwikromo
Aku suka banget sama cerpen yang satu ini. Pengarang menyajikan sisi kehidupan manusia yang belum pernah aku baca sebelumnya. Kehidupan kecil beberapa orang yang terkadang lika-likunya kita jadikan sebagai bahan lelucon. Bercerita tentang suka dan duka menjadi guru di sekolah dengan murid yang luar biasa. Si tokoh utama, yaitu guru, harus rela melakukan apa saja demi kemauan muridnya untuk belajar tak terkecuali dirinya sendiri. Bahkan ia harus bertakting sebagai ibu serigala dan melukai dirinya supaya salah seorang murid istimewanya berhenti membuat keributan yang bisa mencelakai yang lain. Namun, cerita ini memiliki akhir yang tidak terduga dan menyedihkan.

13.  Pengacara Pikun oleh Gerson Poyk
Wajar saja bukan ketika ada orang yang berumur mengalami tanda-tanda penuaan? Sering lupa atau pikun contohnya. Tidak terkecuali profesi seorang pengacara. Seorang pengacara mengalami kepikunan ketika ia semakin terkenal dan sukses. Kehidupannya yang dimasuki oleh sepasang suami istri yang juga bekerja di kantornya juga semakin membuatnya pikun. Selain itu, hal-hal simpel dan mudah saja malah juga dibuatnya lupa, semisalnya kemacetan jalanan atau rute biasa pulang. Sebenarnya, buat aku, cerpen ini terbilang abstrak. Namun, cerpen ini cukup bagus karena menyadarkan kita bahwa orang dengan profesi yang “keren” sekali pun bisa juga dilanda kepikunan (baca: khilaf sebagai manusia).

14. Ulat Bulu & Syekh Daun Jati oleh Agus Noor
Cerpen ini dijadikan salah satu saingan Klub Solidaritas Suami Hilang karangan Intan Paramaditha untuk menyabet posisi andalan. Tidak salah memang karena cerpen yang satu ini sangat bagus. Cerita yang ditulis oleh Mas Agus menceritakan tentang wabah ulat bulu yang menyerang sebuah kampung. Wabah ulat bulu semakin lama semakin menggila. Bencana ini hanya bisa diatas oleh seorang lelaki yang mengendari daun jati sebagai kendaraannya melalui kekuatan batin yang dimilikinya. Ternyata oh ternyata ulat-ulat bulu ini adalah bentuk kebencian dari korban G30SPKI tahun 1965. Aku suka ide dari cerita ini yang mengambil sudut dari para korban dengan cara yang berbeda dan unik. Tanpa kehilangan unsur sejarah dan sisi kemanusiaan, Mas Agus tetap mengedepankan balutan mitos yang masih dipercaya banyak orang sampai sekarang.

15. Laki-laki Tanpa Celana oleh Joko Pinurbo
Seperti biasa, penyair yang satu ini menulis cerpennya dalam butir-butir puisi dan kata-kata yang puitis pula. Sosok laki-laki yang menjadi judulnya diceritakan tidak menggunakan celana dan ia adalah “makhluk” yang ditakuti banyak orang. Namun, di satu sisi, tokoh utama justru mendapatkan inspirasi dalam menulis puisinya melalui makhuk tersebut. Si tokoh utama ini juga membandingkan lika-liku hidupnya dengan tokoh yang diciptakan oleh idolanya di dalam puisinya. Aku selalu suka cerpen yang diciptakan oleh penyair JokPin karena selalu puitis kata-katanya. Termasuk yang satu ini.

16. Malam Hujan Bulan Desember oleh Guntur Alam
Yang menjadi utama—bagiku—adalah sudut pandang yang dipilih oleh pengarang tidaklah biasa. Ia memilih tokoh utamanya yaitu bayi. Bayi yang seharusnya mendapatkan kasih sayang dari ayah dan ibunya, malah diperlakukan kejam oleh ayahnya. Ibunya beserta dirinya dibunuh oleh ayahnya sendiri tanpa aku ketahui alasan secara jelasnya. Namun, di balik kejamnya pembunuhan itu, pembunuh itu sempat mengeluarkan air mata. Dari sini, jelaslah bahwa alasannya membunuh istri dan anaknya adalah karena alasan mendesak yang sampai-sampai membuatnya bersedih.

17. Lelaki Ragi dan Perempuan Santan oleh Damhuri Muhammad
Ada yang tahu cerpen Juru Masak yang menjadi salah satu materi Bahasa Indonesia SMK di kurikulum 2013? Hmmm. Mengapa aku bertanya demikian? Karena, aku membacanya kemudian meresapinya. Setelah aku baca biografinya, ternyata pengarang cerpen Juru Masak ini berasal dari Sumatera. Wah pantas saja. Kembali ke cerpen Lelaki Ragi dan Perempuan Santan, cerita ini juga tidak bisa dilepaskan dari makanan. Kisahnya sederhana yaitu mengenai cinta yang tidak kesampaian, tetapi dirajut dengan sangat indah. Melalui filosofi makanan tradisional khas Sumatera—atau Melayu—pengarang menambahkan kesan estetik dalam ceritanya yang sarat dengan nilai kehidupan sehari-hari orang Melayu. Aku suka banget dengan penyampaiannya yang bisa membuatku menambah kosakata baru. Oleh karena itu, aku juga menjagokan cerpen ini.

18. Alesia oleh Sungging Raga
Kisah yang satu ini juga bagus dan menarik. Tidak jauh berbeda dari tema pada cerpen-cerpen sebelumnya, Alesia juga menyuguhkan kekuatan gaib yang dibarengin dengan kecintaan anak kepada ibunya. Di benak Alesia, malaikat adalah sama yaitu sosok gaib jahat yang akan mengambil nyawa ibunya yang sedang sakit-sakitan. Makanya, sebelum sosok gaib itu datang dan mengambil nyawa ibunya, ia terlebih dahulu bunuh diri agar—pikirnya—ia bisa tetap bersama ibunya di alam kematian. Namun, akhirnya justru berbeda dari pemikiranku sebagai pembaca. Intinya, cerpen ini sukses membuatku speechless karena bagusnya.

19. Eyang oleh Budi Darma
Kalau aku membaca judulnya, aku teringat judul yang sama tetapi ditulis oleh orang yang berbeda dan genre yang berbeda pula—Eyang karangan Putu Wijaya yang berupa naskah drama. Cerpen yang satu ini mengisakan tentang kehidupan keluarga yang biasa-biasa saja, kemudian diberikan amanah oleh majikan suaminya untuk menjaga ibunya (eyang) selagi ia pulang kampung. Kehidupan mereka yang awalnya membosankan lalu berubah seratus delapan puluh derajat semenjak kehadiran eyang. Cerpen ini menyadarkanku sebagai pembaca bahwa kehadiran keluarga sangatlah penting, tidak peduli apakah materi mencukupi atau tidak, yang utama adalah kelengkapan anggota keluarga yang saling mendukung.

20. Nenek Grendi Punya HP, tapi Berharap Sungai oleh Arswendo Atmowiloto
Ini adalah cerpen dengan ide yang terbilang unik dan berbeda. Mengenai kehidupan nenek yang ditinggal seorang diri bersama ponsel karena anak-anaknya sudah memiliki kehidupan sendiri. Si nenek merasa asing dengan benda pipih tersebut sehingga ia beralih untuk menyukai sungai yang menurutnya mengalir atau hidup. Dalam cerita ini, konsep modern yang coba diterapkan kepada si nenek yang notabene berpikiran tradisional tidaklah cukup berhasil karena ia malah mengalihkan perhatiannya terhadap air sungai. Sungai dengan air yang mengalir melambangkan kehidupan yang terus berjalan. Hanya seserhana itulah filosofi hidup si nenek yang juga membutuhkan sungai dan perhatian anak-anaknya.

21. Pada Jam 3 Dini Hari oleh Dewi Ria Utari
Ada sebagian orang yang mendapatkan inspirasi untuk menghasilkan karya di malam atau tengah malam hari, termasuk aku dan tokoh utama yang ada di dalam cerpen ini. Ia mendapatkan pencerahan atas ide-ide lukisannya hanya setelah ia bertemu perempuan yang duduk di rumah kecil. Pertemuan rutin setiap pukul 3 pagi mengantarkan mereka pada hasrat “perjumpaan” yang sesungguhnya. Akhirnya, perjumpaan membuatku menerka-nerka siapakah gerangan sosok perempuan misterius ini. Karena, ujung cerpen ini membuat pembaca menjadi lebih kritis dalam memahami alur ceritanya. Penafsiran akhir juga pengarang serahkan sepenuhnya kepada pembaca. Jadi, bisa dibilang bahwa alurnya menggantung.

22. Saia oleh Djaenar Maesa Ayu
Sama seperti cerpen Malam Hujan Bulan Desember karangan Guntur Alam, Saia menunjukkan kepiawaian pengarang dalam menceritakan kisah di dalam keluarga. bedanya, Saia lebih menampakkan kepedihan dan kehidupan seorang anak yang selalu disalahkan. Seorang anak yang seharusnya mendapatkan kasih sayang orang tuanya, malah diperlakukan sebaliknya. Hingga tiba saatnya ketika si anak lelah dengan kehidupannya yang menderita itu, ia melakukan satu hal yang mengubah semuanya. Cerpen ini juga bagus karena pengarang bukan hanya mengangkat psikis anak yang menderita, tetapi juga mengatasnamakan kenangan buruk sebagai akar segala tindakan si anak, akhirnya.

23. Aku, Pembunuh Munir oleh Seno Gumira Adjidarma
Selalu saja, cerpen Mas Seno menampilkan tema yang tidak biasa dan luar biasa. Kali ini berkaitan dengan sejarah dan sedikit politik yaitu terbunuhnya Munir. Fokus utama cerpen ini bukan terletak pada siapa sebenarnya sosok pembunuh Munir, tetapi lebih pada pengakuan polos sosok tersebut ketika membunuh Munir. Diruntut dengan cara monolog yang blak-blakan tetapi “menusuk”, cerpen ini pantas saja masuk ke dalam saingan cerpen andalan Kompas 2013 ini. Namun, tetap saja, cerpen ini membutuhkan fokus yang lebih karena, jujur saja aku merasa agak kesulitan dalam memahaminya. Tetap saja cerpen ini sangat bagus.

Akhirnya, sampai di akhir hehehe. Kali ini aku akan memilih sendiri cerpen andalan sekaligus favoritku. Bukan bermaksud untuk tidak setuju dengan cerpen Klub Solidaritas Suami Hilang karangan Intan Pramaditha sebagai utamanya, tetapi lebih pada selera pribadi. Aku memilih cerpen Lelaki Ragi dan Perempuan Santan karangan Damhuri Muhammad. Seperti penjabaran sebelumnya, aku jatuh cinta dengan caranya menggambarkan kehidupan lelaki yang cintanya tidak kesampaian melalui filosofi makanan tradisional Melayu tanpa menghilangkan citranya terhadap kehidupan sosial masyarakat Melayu. Kata-katanya yang menurutku berbeda dan indah, menjadikanku memilihnya.

Ayo jangan lupa baca Cerpen Pilihan Kompas 2013. Awalnya aku juga susah mencari bukunya, tetapi akhirnya ketemu juga walaupun tidak sengaja. Baiklah, selesai. Selamat menikmati dan hati-hati dengan semut-semut yang akan muncul selagi kamu meresapinya! ~

Comments

Popular Posts