Mencintaimu adalah Sebuah Gugur
Yang Semakin Laut
Beberapa waktu yang lalu, saat bayu
mengekor awan, ketika pepateraan semakin rimbun-menimbun, dan sewaktu anak
mataku melekap pada milikmu; aku selalu rindu sekaligus kamu juga mendambakan
jarak. Bukankah kita sudah sepakat, siapapun yang pertama lekap, dialah yang
mengucap dekap?
Kamu, masih saja, menonton pertandingan
bola bundar dan kotak jaring itu. Perihal reriuhannya, sorakan-sorakan
bisingnya, serta tepukan gemuruh yang memekakkan mungkin adalah anugerah bagimu.
Sebenarnya, aku tidak menyukainya, tetapi, tiada apalah. Jika itu merupakan
sebuah firman Tuhan untuk menjumpaimu, bukankah harusnya aku rela?
Paham betul aku akan semua fitur-fiturmu
sewaktu semua merupa buram saat itu. Segala bibit-bebet-bobot fitur yang kelak
mengalunkan rasaku padamu. Perawakanmu yang gagah, kantung matamu yang aku
yakini ada welasan kasih di dalamnya, binar matamu yang seteduh embun, lenganmu
yang sekukuh keyakinanmu—asal kamu tahu saja aku paling menyukai kantung mata
milikmu. Apakah kamu tahu sebelumnya?
Ketika
akhirnya aku memutuskan untuk menjejaki bayang tanpa menoleh kantung mata itu,
kamu hanya mendekapku dalam sebuah dimensi tanpa tempat dan waktu. Pun, bila
aku yang ikrarkan derak-derak namamu, apakah kamu sudi menoleh barang satu
kadar? Kamu terlalu agung dan naif, bukan, hanya untuk mengasihiku sebuah
senyum?
Setelah aku, akhirnya, melipat-lipat
waktu dan kusembunyikan di bayang memori, tiba-tiba kamu meniupkan ruh
kepadaku. Ruh agar aku selalu mendekapmu di kantung seragam sekolah. Katamu
waktu itu, “pergilah pada sebuah mayapada di ujung rindu”. Apakah itu adalah
sebuah takdir supaya, singkatnya, aku harus lenyap? Lalu, ke mana seyogianya
aku melenyapkan diri?
“Pergilah pada sebuah mayapada di ujung
rindu, di sana, aku akan mendekapmu sewaktu kamu menaruhku di relung terdalam,”
katamu sekali lagi.
Begitulah, mencintaimu adalah tentang
sebuah gugur yang paling laut, seperti damai yang sedikit guncang, dan seolah
kasih yang terkadang renjana. Menantimu merupakan musim gugur setelah semi,
saling jatuh, saling rela, dan saling ikhlas.
—ditulis untuk semakin mencintai takdir akan satu
ruh manusia
Comments
Post a Comment