Norwegian Wood dan Harakiri-nya

Norwegian Wood: Mentradisikan Bunuh Diri (Harakiri) sebagai Sebuah Akhir

Hai semuanya.

Sekilas, judul tulisanku ini sudah mirip kayak judul makalah bahkan juga sebenarnya bisa dijadiin skripsi hehehe. Tapi, aku cuma mau sedikit menuangkan apa yang telah aku dapatkan dari novel Norwegian Wood yang dikarang oleh Haruki Murakami. Novel yang aku baca ini ditulis dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Kepustakaan Popoler Gramedia pada tahun 2013.


Awalnya, aku mau bikin resensi atau sinopsisnya, tapi setelah aku googling, ternyata banyak yang sudah mem-posting-nya dalam blog mereka. Jadilah, aku terpikirkan hanya untuk membuat sebagian kecil dari tulisan Murakami yang menarik perhatianku, yaitu tentang bunuh diri.

Ini adalah pertama kalinya aku membaca karya sastra Jepang dan langsung disuguhi adegan bunuh diri sebagai akhir hidup tokoh. Yang membuat hal ini menjadi menarik adalah bahwa ada tiga tokoh dalam cerita yang mengakhiri hidupnya dengan melakukan bunuh diri. Meskipun bukan tokoh utama yang melakukannya, tetapi ketiga tokoh ini merupakan tokoh yang juga berpengaruh besar terhadap si tokoh utama, yaitu Watanabe.

Bunuh diri pertama dilakukan oleh sahabat Watanabe yang bernama Kizuki. Tokoh Kizuki sudah dimatikan oleh pengarang dan menjadi akar semua problematika dalam cerita. Sebelumnya, Kizuki tidak ada masalah apapun sampai ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara mengunci dirinya di mobil dan menyalakan mesinnya. Semua ini masih menjadi misteri sampai akhir cerita.

Bunuh diri kedua dilakukan oleh kekasih tokoh Kizuki yang bernama Naoko. Dari awal aku membaca, Naoko ini memang gelagatnya sedikit aneh meskipun tidak menyimpang dan menyebabkan ia sakit secara psikis. Ditambah lagi, setelah “insiden” yang mempengaruhi seluruh hidupnya sampai mati. Insiden yang menggaunginya bahwa ia tidak bisa untuk “dimasuki” oleh kehidupan luar dan segala yang berhubungan dengannya. Setelah ia berusaha mati-matian untuk sembuh dan banyak orang yang mengharapkan hal itu juga, malah ia memilih untuk menggantung diri di hutan.

Bunuh diri terakhir dilakukan oleh tokoh yang sebenarnya tidak terlalu mempengaruhi tokoh utama, tetapi merupakan tokoh pendukung. Hatsumi adalah kekasih dari teman akrab Watanabe selama masa kuliah, Nagasawa. Mungkin karena mereka tidak bisa bersama, Hatsumi menikah dengan orang lain dan tidak lama kemudian ia memutus urat nadinya.

Bunuh Diri karena Buntu atau Memang Terbiasa?

Bunuh diri merupakan salah satu jalan yang dipilih oleh banyak orang ketika mereka tidak sanggup lagi melanjutkan hidup. Cara ini banyak dilakukan di banyak negara dan tidak memandang kalangan ataupun usia. Negara Jepang, dalam tulisanku ini, merupakan negara dengan rekor bunuh diri tertinggi di dunia. Menurut Kementerian Kesehatan Jepang, pada tahun 2016 ada 21.897 orang yang melakukan hal ini1.

Dalam bahasa Jepang, bunuh diri adalah harakiri. Kayoko Ueno, sosiolog dari University of Tokushima, menyebutkan Jepang sebagai nation of suicide atau bangsa yang suka bunuh diri. Bunuh diri ini merupakan hukuman yang popoler di Jepang sejak tahun 1600 sampai 1867 yaitu saat masa Kekaisaran Tokugawa. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika sastrawan Jepang seperti Haruki Murakami memasukkan tradisi sebagai bagian dari ceritanya dalam Norwegian Wood yang diterbitkan pada tahun 1987.

Pengarang, Haruki Murakami, menjadikan bunuh diri sebagai penyelesaian hidup sebagian tokoh. Ya, bunuh diri, tidak dengan kecelakaan atau sakit. Sungguh sebuah akhir yang tragis, bukan? Ketika Tuhan memberi kita hidup, justru kitalah yang dengan sengaja mengakhirinya. Mungkin inilah yang disebut dengan tradisi atau kebiasaan turun temurun. Tradisi bunuh diri yang ada di novel ini juga baru aku sadari ketika hampir selesai membacanya.

Bunuh diri ini bukan hanya dijadikan sebagai pintu keluar dari masalah yang dialami oleh Kizuki, Naoko, atau Hatsumi, tetapi merupakan perpanjangan atau pelestarian dari kebiasaan harakiri ini. Buktinya sampai tahun 2016 ini masih banyak juga yang melakukan bunuh diri. Ketiga tokoh tersebut sudah tidak tahu lagi apa yang harus mereka lakukan hingga muncullah pemikiran untuk mengakhiri hidupnya.

Lama kelamaan di saat banyak orang yang juga berpemikiran bahwa dengan bunuh diri mereka menjadi terselesaikan masalah hidupnya, jalan ini akan mendarah daging bagi orang Jepang. Dan, tidak mengherankan jika banyak orang Jepang yang menganggap ini adalah tradisi yang harus dilestarikan.

1)                Glori K. Wadrianto, “Jepang Catat Rekor Bunuh Diri Tertinggi di Dunia, Simak Datanya”, dalam Kompas, 23 Maret 2017.


Terima kasih sudah berkunjung J

Comments

Popular Posts