Tentang Maryam dan Perbedaannya: Novel Maryam karya Okky Madasari (2012)
-Aku Berbeda dan
Inginkan Ruang-
Sumber : http://rairahmanindra.wordpress.com/2012/03/18/membava-maryam-melihat-ahmadiyah-dari-dalam/
Kali ini saya akan menceritakan
tentang novel yang saya tuntaskan selama 4 hari. Lebih tepatnya, saya baca
selama berada di Transjakarta setiap berangkat dan pulang kampus.
Sabtu itu, saya mengunjungi
Perpustakaan Umum dan Daerah di bilangan Kuningan. Pada awalnya saya ingin
mencari novel karya N.H. Dini, yaitu Pada Sebuah Kapal, tetapi sayangnya tidak
ada. Lalu, saya menyusuri rak-rak dan menemukan novel Maryam. Sebelumnya, novel
Maryam ini belum pernah saya baca. Hanya pernah beberapa kali mendengar judulnya
disebut-sebut sebagai novel yang masuk daftar Khatulistiwa Literary Award 2011.
Pada awalnya, saya ragu untuk
membaca novel ini karena satu hal : novel ini masuk Khatulistiwa Literary Award
yang merupakan award bergengsi bagi
dunia sastra Indonesia. Aneh, bukan? Saya berpikir bahwa setiap karya yang
masuk award ini pasti ditulis dengan
kata-kata yang lumayan sulit dipahami dan membutuhkan ketajaman rasa si pembaca.
Namun, praduga itu salah besar. Saya membuka sekilas pada bagian tengah novel
dan mendapati bahwa bahasanya sangat mudah dipahami, tetapi tetap
mempertahankan kekhasannya sebagai novel yang layak masuk award.
Novel Maryam menceritakan tentang
Maryam, seorang penganut Ahmadiyah (Ahmadi), yang tinggal di daerah Gerupuk
(Lombok) bersama orangtua (Bapak dan Ibu Khairuddin) dan penganut Ahmadi
lainnya. Lika-liku kehidupannya sangat ditentukan oleh “status”nya yang menjadi
minoritas itu. Mulai dari kelangsungan hidupnya, pekerjaannya, hingga
pernikahannya.
Cerita diawali dari kehidupannya
setelah menjadi janda yang akhirnya membawanya dari Jakarta kembali pulang ke
Gerupuk. Namun, Gerupuk yang sekarang tidaklah sama. Dahulu tentram sekarang
terancam. Maryam pun harus mencari keberadaan keluarganya. Hingga akhirnya ia
menemukan mereka di sebuah tempat baru bernama Gegerung. Barulah ia tahu bahwa
telah terjadi sesuatu selepas ia meninggalkan Gerupuk.
Sebelumnya, Maryam adalah seorang
Ahmadi yang taat agama. Menjalankan semua yang diperintahkan orangtuanya atas
nama keimanan. Mengikuti pengajian rutin salah satunya. Setelah lulus SMA, ia
melanjutkan kuliah di Surabaya. Maryam tinggal bersama kerabat orangtuanya di
Surabaya. Selama berkuliah, Maryam merasa telah mendapatkan tambatan hari yang
juga seorang Ahmadi, Gamal. Gamal dirasa sangat cocok dengan Maryam karena ia
sama-sama berkuliah dan taat agama. Orangtua Maryam juga akan menikahkan Gamal
dan Maryam setelah mereka lulus. Sayangnya, menjelang kelulusannya, Gamal
kehilangan keimanan. Ia terpengaruh oleh hasutan orang-orang yang mengatakan
bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat. Harapan semua orang pupus, terlebih lagi
Maryam.
Bapak dan Ibu Khairuddin tidak
menyerah dalam mencarikan jodoh untuk Maryam. Umar adalah sasaran selanjutnya.
Ia anak dari Bapak dan Ibu Ali yang juga seumuran dengan Maryam. Ia berkuliah
di Bali dan tanpa sepengetahuan mereka, ia berpacaran dengan seorang Hindu,
Komang. Ibu Ali meminta Umar untuk meninggalkannya dan segera pulang untuk
dinikahkan dengan Maryam. Permintaannya itu hanya diiya-iyakan saja hingga
Bapak Ali meninggal dan Umar pun meninggalkan Bali dan Komang. Umar melanjutkan
usaha susu dan madu milik bapaknya.
Saat itu, Maryam bekerja sebagai
pegawai bank di Jakarta. Saat mencoba melupakan Gamal, ia bertemu Alam. Alam
adalah muslim taat yang tebilang sangat menuruti keinginan ibunya. Mereka pun
saling jatuh cinta dan mengutarakan keinginan untuk menikah. Ibu Alam akhirnya
merestui dengan syarat Maryam harus bisa melepaskan “embel-embel” masa lalunya,
termasuk keluarga. Orangtua Maryam juga merestui asalkan Alam menjadi Ahmadi.
Namun, Maryam tidak memedulikannya dan nekat menikah dengannya. Alhasil,
semuanya hancur. Maryam dan Alam bercerai. Hal ini juga dilatarbelakangi dengan
status lama Maryam.
Setelah akhirnya kembali ke Lombok,
Maryam tahu bahwa orangtua dan penganut Ahmadi lainnya telah diusir dari
Gerupuk, padahal itu adalah rumah mereka. Demi kedamaian, mereka mengalah dan
akhirnya menetap di Gegerung dengan memulai semuanya dari nol. Banyak bantuan
yang mereka dapatkan salah satunya dari usaha Umar tersebut. Mendengar
kedatangan Maryam, orangtua Maryam dan Umar kembali menyusun rencana pernikahan
mereka. Singkatnya, Umar dan Maryam resmi menikah.
Beberapa bulan setelahnya, mereka
kembali terusir dari Gegerung dan harus mengungsi di Gedung Transito. Pengusiran
itu diawali dari pengungsian yang menghidupkan kembali kenangan pahit saat
mereka juga pindah ke Gegerung. Pengusiran yang diwarnai kekerasan fisik dan
batin. Kehidupan mulai dirintis dari bawah lagi. Para Ahmadi telah berjuang
untuk kembali mendapatkan hak rumahnya, tetapi sia-sia saja.
Cerita ini diakhiri dengan
kelahiran Mandalika (anak Maryam dan Umar) di tengah kondisi yang
memprihatinkan itu, pernikahan Fatimah (adik Maryam) dengan orang yang bukan
Ahmadi, dan kematian Pak Khairuddin. Kematian beliau ini justru memunculkan
kembali ketidakberhakan atas apapun di Gerupuk, termasuk rumah mereka. Beliau
tidak diperkenankan dikebumikan di Gerupuk, berdampingan dengan orangtuanya.
Sekali lagi, mereka mengalah. Akhirnya, beliau dikebumikan di Mataram.
***
Menurut saya, tidaklah salah bahwa
novel Maryam karya Okky Madasari ini masuk Khatulistiwa Literary Award 2011.
Okky sampai-sampai melalukan riset di Lombok demi melahirkan novel ini. Sungguh
sebuah pengorbanan besar untuk menguatkan cerita ini. Ada juga banyak istilah
dalam bahasa Sasak serta tradisi-tradisi turun menurun di Lombok yang menambah
rasa dalam cerita sehingga selain membuat saya sangat terhanyut juga menambah
pengetahuan.
Okky Madasari juga menggunakan
kalimat yang estetis untuk mengungkapkan sesuatu secara tersirat. Dan, memang
begitulah bahasa sastra. Seperti :
“Berdua
mereka hanyut oleh ombak. Terbawa ke tengah, terisap ke dasar, lalu diempas
jauh ke pinggiran, untuk kembali ditarik ke laut lepas” (Madasari, 2012: 182).
“Menenggelamkan
diri dalam lebur. Bersama-sama melebur” (Madasari, 2012: 183).
Ada beberapa kalimat yang sangat
dalam dan bagi saya adalah inti dari novel ini :
“Kami
hanya ingin bisa pulang dan segera tinggal di rumah kami sendiri. Hidup aman.
Tak ada lagi yang menyerang. Biarlah yang dulu kami lupakan. Tak ada dendam
pada orang-orang yang pernah mengusir dan menyakiti kami. Yang penting bagi
kami, hari-hari ke depan kami bisa hidup aman dan tenteram?” (Madasari, 2012:
274).
Maryam dan kaummnya, sama seperti
kaum minoritas lainnya di Indonesia, hanya menginginkan sebuah kedamaian dan
kebebasan. Mereka tidak melakukan hal-hal yang merugikan orang banyak, meskipun
banyak orang menganggap kaum minoritas ini salah. Mereka selalu mengalah
padahal mereka yang teraniaya oleh kaum mayoritas. Dari novel ini, Okky
Madasari merasa peka atas yang terjadi di lingkungan sekitarnya saat ini.
Kaum minor ini hanya ingin
diperlakukan sama dengan kaum yang mayor. Mereka ingin ruang-ruang agar mereka
bersuara tanpa ditatap penuh kebencian dan ketidaksukaan, mereka butuh
pelindung yang dapat mereka gantungkan hidup agar bisa lebih baik dalam semua
aspek kehidupan, serta mereka rindu senyuman yang dahulu mereka dapatkan.
Saya juga melihat hal yang sama
seperti yang Okky lihat. Banyak orang yang menganggap dirinya benar dan orang
lain salah. Meskipun mereka diam dan tidak mengganggu tetap saja yang
disalahkan adalah mereka. Tanpa pikir panjang, kaum mayoritas ini main hakim
sendiri tanpa tahu duduk permasalahannya. Hanya karena mereka berbeda darinya,
mereka tidak mau bertoleransi akan hal itu. Inilah yang terjadi dalam
masyarakat saat ini.
Sekian saja yang bisa saya paparkan.
Semoga dengan tulisan ini, kalian berminat besar untuk membaca novel Maryam
yang sangat bagus. Kalian akan benar-benar merasakan sensasi berbeda saaat
membaca novel ini! Jangan lupa saat membacanya manusiakanlah kertas (jangan
melipat kertas) dan usahakan gunakan bookmark!
Notes: Pada awalnya saya ingin
menggunakan novel Maryam ini sebagai objek penelitian sastra saya dengan teori
strukturalisme genetik, namun ternyata sudah dipakai orang lain L
Comments
Post a Comment